AGENDA

Doa dan Ijabah

“Manusia kerap terjebak oleh ketidaksabaran ia terjerumus dalam kubangan lumpur waham (kesalahan pemikiran) tentang dirinya sendiri”

Catatan Hikam

Robiutssany -1425 H-

Saya tidak punya buku ataupun bacaan seperti yang telah direkomendasikan oleh teman-teman sesama blogger, jadi apabila tulisan saya minim tentang sastera mohon dimaklumi, sebenarnya saya sangat antusias sekali untuk mempelajarinya, saya ingin membeli sebuah buku seperti orang lain, mereview, menguraikan isi-isinya, namun keterbatasan dana selalu menjadi kendala. Jadi saya manfaatkan sebuah coretan-coretan beberapa tahun silam – di sebuah asrama Sallafy. “Al-hasil semua bentuk tulisannya, acak-acakan” hehehe.

Sudah Tanggal 6 di bulan ke-6, Juni 2020 M, saya ingat sebuah pasal ke-6 dari 234 Bab – Pasal. Sebuah judul tentang “Do’a dan Ijabah” – Ridho dengan Pilihan-Nya. Bagaimana bisa seorang manusia menghakimi Tuhannya, sedangkan Dia adalah hakim terbaik, Dia maha tahu apa yang akan terjadi pada seorang manusia, Dia mengerti apa yang kita inginkan, namun Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita – tidak bisa ditawar.

Sekalipun kau merasa dekat dengan-Nya, kedekatan itu tidak akan mampu merobek tirai takdir yang telah tertulis di Lauhil Mahfudz (sebuah ketentuan nasib), karena sesungguhnya Dekat adalah Jarak. Untuk memahami kepada hal ini tentu diperlukan belajar, misal : seseorang telah berusaha ekstra menjalankan usaha (syariat) untuk meraih sesuatu yang dicita-citakannya tidak hanya sekedar menengadahkan tangannya sambil memusatkan kekhusyuan pikiran, menarik hasrat ke atas, niat agar sebuah doanya bisa didengar oleh-Nya, usahanya telah ia tempuh dengan maksimal, tapi usaha adalah “rencana” bukan sebuah penentuan hasil.

Seseorang ingin berjodoh dengan seorang perempuan atau lelaki yang diinginkan ; maka jawabannya adalah : “Sekalipun dirinya dan seluruh malaikat turut memanjatkan doa maka bila itu bukan haknya dan tidak tertulis di Lauhil Mahfudz pasti tidak akan terlaksana. Jodoh adalah sebuah isyarat akan objek yang telah disediakan, tetapi keinginan akan perempuan atau lelaki tertentu adalah Syahwat dan Wahamnya yang masih belum surut.

– I n t u i s i –

“Jika ingin menggenggam, maka lepaskanlah apa yang ada dalam genggaman”

Apakah kita pernah memperhatikan ukuran telapak tangan kita? Betapa kecil dan sangatlah terbatas, ia hanya akan mampu membawa apa yang mampu di genggam. Jangan seperti anak kecil yang membawa beberapa mainan, karena tidak ingin mainannya di pakai oleh temannya ; di tangan kanannya sebuah mobil-mobilan, di tangan kirinya sebuah robot-robotan, kemudian lengannya meraih mainan lainnya, akhirnya jatuh pula. Sifat kekanak-kanakan itu terkadang muncul dalam kehidupan orang dewasa – manusia inilah yang dinamakan tamak atau rakus. Sebenarnya Dia telah memberikan gambaran, jika kita ingin merengkuh semuanya, maka simpanlah barang-barang (dunia) itu dalam sebuah wadah ikatlah dengan sebuah tali (dienulhaq) lalu genggamlah talinya dengan erat, “dunia” tidak akan lari dari genggamanmu.

Kembalilah kepada titik nol (besar), dimana di dalamnya tidak terdapat angka-angka atau nilai yang lainnya, jadikan nol itu sebagai bejana yang kerap akan terisi sendiri dengan apa yang telah ditentukannya, karena ketentuan yang paling baik selalu datang dari-Nya, dan lebih baik dari apa yang diupayakan oleh kita. Teruslah meminta dan lepaskanlah apa yang kita minta, tidak ada keinginan yang tidak dikabulkan oleh-Nya

Nomina, Juni 2020

PUISI

Catatan Seorang Murid

Aku adalah seorang murid, selalu mengatakan itu. Berulang-ulang.

Kepada angin

Kepada hujan

Kepada semesta.

Kefakiran adalah hari raya bagiku, tidak ada kegembiran dalam catatanku, kelak lidahku kelu untuk mengucapkannya

Di hadapan guru

Di hadapan hakim

Di hadapan Tuhan

Malam adalah kita ; aku dan buku, di kedalaman sunyi, berhentilah suara, berhentilah angin

(Nomina, Ciluncat, 1424 H)