Kelopak mataku mulai sempit, menyempitkan gemilang nur yang tertutup kufur, telingaku hilang ngiangnya, dikubur gaung suara nafsu, lenyap dijejal gempita dunia
Hatiku tak lagi luas padaku, pada nurani, pada ketundukan ambisi, lupa fitrah illahi, sulit membuka warna-warna nyata dalam fana, terpedaya oleh tipu daya
Aku ingin si Raqib senantiasa menjaga getar hatiku, sedangkan yang lainnya menjaga ucapan dan pandanganku, jangan biarkan lalu lalang pada selayang pandang mataku, buramkan cahaya-Mu, Engkau benar melihatku
Jika tubuhku adalah gelas yang dibasahi air karena cemerlang beningnya, ingin ku tanami bibit mutiara dari bumi emas, lalu tumbuh kembali intan permata dalam dekap jiwa
Akan tetapi jasadku adalah bejana yang disentuh oleh bibir setan, hilang gemilangnya, keruh warnanya, ijinkan aku merobek, membelah, memecah hingga tak tersisa tetes dalam kepingnya.
(Nomina, 29 Ramadhan 1441 H)