PUISI

Si Fulan dan Hukum Waktu

Paduka agung berkata padaku, pada pepatah serupa titah, laksana nasihat pun secarik wasiat ; Aku telah menyemai benih emas di ladang hening, pada tandusnya lahan pikiran, saat bagan tubuh terasa layu di ranjang malam

Andaikata kau menyelami laut sunyiku, maka kau akan jelajahi daratku, jika kau kuasai gelapku, maka kuberikan cahaya padamu, apabila kau melangkah dalam pagiku, niscaya kuarahkan senjamu

Aku berbisik padanya ;

Aku bagaikan daging yang disayat oleh waktu, sentuhannya sangatlah halus, tak ada yang mampu mencegah tajamnya, bilamana aku mengasari, tergoreslah aku

(Nomina, Mei 2020)

PUISI

Berjela

Berjela nasib yang tak berujung, menyelami redup cahaya, siang adalah sang surya, menembus pori, malam adalah bulan dan bintang

Terangnya membasuh punggung petualang, gelapnya mengubur akar-akar keteguhan

Seorang gadis mengintip di balik jendela kamar, menunggu kisah, menyambut kasih, jejaka duduk di depan mihrab, menegur dinding hati yang rapuh

Nomina, 6 Mei 2020